Buku filosofi teras merupakan buku non-fiksi, tapi saya lupa dia masuk di rak kategori mana di Gramedia karena saat itu saya lihat buku ini ada di rak Best Seller. Tapi yang bikin saya beli buku ini bukan karena dia best seller sih, tapi karena direkomendasikan teman. Dan saya sangat bersyukur bisa ketemu buku ini.
Seperti judulnya, Filosofi Teras bukan bermaksud mengajarkan kita filosofi secara general, tapi lebih tentang filosofi bagaimana menjadi seorang stoic, yaitu (inti versi saya) hidup dengan respon netral terhadap segala yang dialami. Atau mungkin kalau versi yang lain : hidup selow namun tetap bertanggung jawab. Seperti deskripsi di sampul bukunya : agar punya mental tangguh.
Saya jadi sedikit teringat dengan buku "Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat" yang saya pinjem dari bos saya di kantor dulu, dimana judulnya sangat merepresentasikan isinya. Namun bedanya dengan Filosofi Teras yang merupakan filsafat dari yunani romawi ini, dia sedikit banyak menceritakan sejarah bagaimana konsep stoic ini tercipta. Untungnya di buku ini tidak banyak istilah filosofi yang bikin ngantuk, tapi justru bikin saya terus bikin mau baca lagi karena penulisnya berhasil memberikan contoh implementasi dari Filosofi Teras itu sendiri di kehidupan sehari-hari. Dan entah kenapa, kebanyakan relate banget sama hidup saya.
Lalu apakah setelah membaca ini saya jadi selow? Enggak langsung selow juga, tapi setidaknya saya jadi tahu kapan saya harus selow dan bersikap netral di setiap kondisi yang bikin saya kesal, marah atau mengalami respon negatif lainnya.
Beberapa poin yang saya tangkap di buku ini, bahwa :
- Menjadi bahagia itu harus berasal dari diri sendiri, bukan karena A atau B
- Menjadi stoic perlu latihan tiada henti, sama seperti latihan membentuk tubuh ideal
- Dikotomi kendali : membedakan mana yang bisa kita kendalikan dan tidak
Selebihnya mungkin kamu bisa baca aja sendiri. Bukunya bukan tipe-tipe bacaan yang menggurui, sih. Malah jadi kaya nonton podcast (?) yang dibawakan oleh Henry Manampiring serta beberapa tokoh yang dia jadikan "study case" dalam menjalani Filosofi Teras. Ah, seandainya saya bisa membaca buku sejenis ini sejak saya menginjak usia sekolah, mungkin saya bisa lebih sukses dari hari ini. Tapi sekali lagi, saya tetap bersyukur bisa dipertemukan dengan buku ini lewat rekomendasi teman online saya di Twitter.
Saya sampai follow juga twitternya om piring (sapaan akrabnya di Twitter, katanya). Tujuannya biar setiap liat beliau ngetweet, jadi keingetan terus sama teori Filosofi Teras, hahaha.
Oh iya, maaf banget nih foto bukunya nyomot dari Google, bukan pake foto buku sendiri, soalnya buku saya hilang ditelan meja kantor. Jadi ceritanya bukunya dipinjam teman sekantor, trus beberapa waktu kemudian dia resign dan bukunya hilang begitu aja.. ketika saya tanya dia, dia cuma bilang "duh, aku gak ninggalin barang apa-apa di meja kantor setelah resign, jadi aku tidak ingat dimana bukunya! hahaha..". Yasudah, dari situ saya rasa saya harus segera mengamalkan ibadah stoic seperti yang sudah saya pelajari di kitab Filosofi Teras dengan merelakan kehilangan buku saya gara-gara teman yang bahkan gak minta maaf setelah ilangin buku saya T_T.
Tidak ada komentar