Saat ini (masih pandemi) aku sedang berjuang melawan yang namanya anxiety dan burnout selama bekerja di rumah alias WFH. Beberapa waktu lalu, aku menyadari bahwa perasaan cemas dan burnout selama WFH bukan cuma aku yang mengalami, melainkan banyaak juga yang mengalami. Tau dari mana? dari reaksi netizen di twitter akan salah satu cuitan dari @teppy87 disini (duh, maap ga sempet minta izin screenshot cuitannya ya, kak. Saya harap kak Stephany selalu sehat dan bahagia selalu!)
Saat aku baca cuitannya, seketika aku langsung buka tweetnya dan lihat reaksi orang-orang. Dan, seperti yang kuduga.. hampir semua orang setuju dengan cuitan ini.
Lantas, setelah aku tau bahwa "i am not the only one" dalam hal ini, perasaanku agak sedikit lega. Namun hal itu lantas gak bikin aku benar-benar lepas dari yang namanya burnout. Pasti ada penyebab lain yang bikin aku ga bisa mengendalikan emosi seperti ini.
Kemudian, lagi-lagi aku tercerahkan sama tweet dari salah satu temenku sesama blogger namanya kak Marfa (halo kak! ada namamu disebut lho, hihi). Dia nge-retweet suatu artikel yang membahas sifat perfeksionis (aku kasih linknya di bawah ya). Di artikel tersebut dipaparkan bagaimana seseorang bisa mengalami sifat perfeksionis dan apakah ada hubungannya dengan sifat sensitif seseorang. Penulis artikel tersebut bernama Brooke Nielsen dan beliau mengaku sebagai seseorang yang sedang strugling juga dengan sikap perfeksionis. Di akhir artikel, beliau juga memberikan tips untuk mengatasi sifat perfeksionis agar hidup kita bisa lebih berkualitas.
Setelah membaca artikelnya, aku merasa diriku punya sisi perfeksionis juga, namun mungkin gak terlalu parah karena aku masih ada sedikit perasaan selownya juga haha.. Disini aku mau coba mengulas lagi artikel yang aku baca.
Apa itu Sifat Perfeksionis ?
Kalau dilansir dari hellosehat.com sih, perfeksionis adalah mengharapkan kesempurnaan dari diri sendiri maupun orang lain berdasarkan standar tertentu yang tidak masuk akal dan terlalu tinggi. Jadi kata kuncinya adalah : berharap tidak punya celah dan memiliki standar yang terlalu tinggi, bahkan cenderung ga masuk akal.
Bagaimana Seseorang Bisa Mengalami Sifat Perfeksionis?
Hal ini cukup menarik juga, tapi kalau dilansir dari tulisannya Brooke tadi, seseorang bisa punya sifat perfeksionis pada dasarnya adalah karena dia adalah orang yang tidak suka dikritik dan merasa sangat terganggu dengan komentar buruk atas apapun dari dalam dirinya. Sehingga seolah-olah dia harus tampil sempurna, tanpa dia menyadari bahwa jangankan manusia, hidup aja gak ada yang sempurna. Dan biasanya si perfeksionis ini gak menyadari bahwa vulnerability itu sangatlah maklum dimiliki, bukan hal yang harus dibuang.
Hubungan Sifat Perfeksionis dan Sensitif
Si super sensitif biasanya gak akan suka dikritik apalagi dinilai buruk oleh orang lain. Si super sensitif ini akan merasa sulit menerima diri sendiri ketika tahu bahwa dirinya punya kekurangan. So, bisa dibilang sifat perfeksionis dan sensitif ini bersimbiosis mutualisme. Dan bisa jadi, si orang sensitif ini juga merasa dia bisa mengendalikan lingkungannya agar sesuai dengan yang dia mau.
Cara Mengatasi Sifat Perfeksionis
Lagi-lagi menurut Brooke di tulisannya tadi, bahwa cara mengatasi sifat perfeksionis ini adalah : dengan menyadari bahwa kita sangat tertekan ketika harus menjadi sempurna dan menyadari bahwa standar yang kita tetapkan terlalu tinggi. Salah satu cara untuk menyadarinya adalah dengan bertanya pada diri sendiri : apakah kamu takut atau cemas dengan yang sedang kamu usahakan agar bernilai sempurna?
Kemudian, ketika kita menyadari bahwa ada sisi perfeksionis di dalam diri kita, bicaralah pelan-pelan ke dalam diri kita bahwa : oke, ini adalah standar yang terlalu tinggi. saya harus menurunkan standar ini menjadi standar yang lebih realistik. Tidak apa-apa jika saya tidak mengerjakan secara sempurna, karena saya sudah menjalankan yang terbaik sebisa saya.
Lalu, sadari juga bahwa it's okay kalau kita punya kelemahan. Terima hal itu sebagai bagian dari diri kita sendiri. Tapi jangan lupa appreciate diri sendiri juga.
Lagipula, apabila semua hal harus berlangsung terlalu sempurna dan serba cepat, justru hidup kita malah terasa berjalan terlambat, karena kita jadi merasa gak menikmati setiap fase di hidup kita secara realistik.
Kalau mau diambil point-point pentingnya sih, intinya begini :
1. Sadari bahwa kita telah menanamkan standar yang terlalu tinggi
2. Tanya diri sendiri, apa yang bikin takut dan cemas selama ini, dan sadari hal itu.
3. Gunakan kata-kata yang membuat kamu nyaman dan bisa bangkit lagi, misalnya : "I know this is vulnerable to put myself out there. I’m doing the best I can, and that’s good enough! I’m so proud of myself for having the courage to be vulnerable"
4. Lihat dari sudut pandang orang lain, apakah kegagalan kamu merupakan kegagalan yang sangat besar di mata orang lain?
Intinya, langkah-langkah tersebut harus dilakukan secara bertahap dan terus menerus. Tidak hanya badan atau fisik yang harus dilatih, namun pikiran kita juga harus dilatih agar kita bisa "menjinakkan" sifat perfeksionis kita. Namun jika dirasa kamu benar-benar sulit menghadapi sifat perfeksionis kamu, jangan pernah ragu untuk berkonsultasi ke psikolog.
Referensi :
Tidak ada komentar